Selasa, 14 Juni 2011

Cerita Jataka "KALIYAKKHINI MUNCUL"


4. KALIYAKKHINI   MUNCUL.


"Bukan dengan membenci....................."    Ajaran Dhamma ini diajarkan Sang Buddha, ketika beliau berdiam di Jetavana sehubungan dengan seorang wanita mandul.



Tersebutlah ada seorang pemuda melakukan semua pekerjaan di kebun, di rumah dan membantu serta melayani ibunya, karena ayahnya telah meninggal dunia. Pada suatu hari ibu berkata kepadanya : "Anakku, saya akan mencarikan seorang gadis untuk kau kawini."

“Ibu, jangan berkata demikian, sebab keinginanku satu-satunya adalah hanya mau membantu dan melayanimu seumur hidupmu."

"Anakku, anakku;kau sendiri bekerja di kebun dan di rumah, saya tak puas melihatnya, biarkanlah saya mencari gadis untuk menjadi isterimu."

la berulang-ulang menentang hal tersebut, tetapi akhirnya ia diam.

Ibunya bersiap-siap akan keluar dari rumah dengan tujuan untuk pergi ke keluarga   tertentu   meminang   anak  gadis  mereka  dan   membawanya   pulang.

Anaknya bertanya : "Ibu akan pergi kekeluarga yang mana?

"Kekeluarga itu."

la tidak membiarkan ibunya kerumah keluarga yang di inginkan oleh ibu­nya, tetapi menyarankan kepada ibunya untuk pergi ke keluarga yang lebih baik. Begitulah, ibunya pergi kekeluarga yang disukai anaknya, dan setelah menentukan hari yang baik, ia mengawinkan mereka, dan mereka tinggal di rumahnya. Tetapi temyata wanita itu mandul.

Kemudian ibu berkata kepada anaknya : "Anakku, kau menyuruhku mengambil wanita yang kau pilih, ternyata ia mandul, tanpa anak maka garis keturunan terhenti. Sebab itu biarlah saya mencarikan seorang gadis untuk menjadi isterimu."

"Sudah cukup, ibu," kata anaknya, tetapi ibunya mengulang-ulangi permintaannya.

Ketika itu isteri yang mandul mendengar percakapan tersebut dan berpikir : "Adalah jelas bahwa anak tak boleh melawan perintah orang tuanya, bilamana mereka mendapat seorang isteri subur, maka mereka akan memperlakukanku sebagai budak. Sebaiknya saya mencarikannya seorang isteri untuknya." Demikianlah wanita mandul tersebut pergi kekeluarga tertentu dan   memilih seorang wanita untuk suaminya. Tetapi ia segera mendapat tantangan dari orang tua gadis dengan bertanya padanya : "Nyonya apa yang kau katakan ?"

la menjawab : "Saya adalah seorang wanita mandul, tanpa anak maka garis keturunan keluarga akan mati, bilamana anak gadismu melahirkan seorang putera maka ia menjadi ibu-rumah tangga bagi seisi rumah. Karena itu berikanlah anakmu padaku untuk suamiku." Akhirnya ia memenuhi semua syarat-syarat yang diajukan mereka kepadanya untuk memenuhi permohonannya supaya dapat membawa gadis tersebut; mengawinkannya dengan suaminya, dan tinggal bersama serumah.

Tak lama kemudian, pikiran ini muncul pada wanita mandul : "Jika ia melahirkan anak, maka ia akan menjadi ibu rumah-tangga. Saya harus waspada supaya ia tidak dapat melahirkan anak." Dengan begitu wanita itu berkata kepada isteri muda: "Bilamana kau telah hamil  beritahukanlah  kepadaku."

"Baiklah", jawab isteri muda. Sesuai dengan janji, maka setelah ia hamil, ia memberitahukan hal itu kepada isteri tua.

Pada waktu itu isteri tua setiap hari dengan tangannya sendiri telah terbiasa memberikan bubur atau makanan kepada isteri-muda. Demikianlah bersama-sama dengan makanan yang diberikan kepada isteri - muda, ia mencampurkan obat untuk menggugurkan kandungan. Akhirnya kandungannya itu gugur. Begitu pula dengan kehamilan kedua ia memberitahukan keadaannya kepada isteri-tua, dan isteri-tua melakukan hal yang sama, sehingga ia keguguran lagi..   

Tetangga-tetangga wanita bertanya kepada isteri-muda : "Tidakkah isteri-tua mengganggu kehamilanmu?" Lalu ia menceriterakan apa yang telah terjadi. Mereka berkata kepadanya : "Kau adalah wanita bodoh, mengapa kau berbuat demikian ? Wanita itu takut kau akan mendapat kehormatan dirumah, maka ia memberikan obat untuk menggugurkan kandunganmu. Jangan katakan kepadanya lagi bila kau hamil."

Demikianlah, maka pada kehamilan ketiga, ia tidak memberitahukan lagi kepada isteri-tua. Tetapi isteri-tua melihat ke perutnya dan berkata kepadanya: "Mengapa kau tidak mengatakan bahwa kau hamil ?"

Isteri muda menjawab : "Kaulah yang membawaku kemari, dan telah dua kali kau menyebabkan aku keguguran, jadi mengapa saya harus memberitahukannya kepadamu ?"

"Sekarang saya telah dikalahkan," pikir isteri-tua. Sejak hari itu ia mencari cari kesempatan untuk melaksanakan maksudnya. Dan ketika isteri muda tak lama lagi akan   melahirkan, ia mendapat kesempatan untuk melaksanakan maksudnya, ia mencampurkan obat penggugur kedalam makanan isteri-muda. Akibatnya, karena bayi sudah dekat pada masa kelahiran, maka bayi mati dan letaknya melintang di mulut rahim, sehingga ia merasakan kesakitan yang amat sangat, menderita sekali dan menyadari bahwa kehidupannya tidak akan lama lagi. "Kau" membunuhku!" teriaknya, kau sendiri yang membawaku kemari, dan kau sendiri pula yang membunuh ketiga anakku, dan sekarang saya akan mati juga! Bila saya meninggal pada kehidupan ini, semoga saya punabbhava (terlahir kembali) sebagai peri agar supaya saya dapat menelan anak-anakmu (pada kehidupan akan datang) nanti." Setelah melakukan aditthana (tekad) demikian, ia meninggal dan ber-punabbhava di rumah itu pula sebagai seekor kucing.

Suami menangkap isteri-tua dan berkata kepadanya : "Kaulah yang merusak rumah-tangga dan keluargaku," memukul dia dengan siku-tangan, lutut, kaki dan sebagainya. Akibat pukulan-pukulan yang didapatnya itu ia sakit dan meninggal,juga  berpunabbhava dirumah  itu sebagai seekor ayam betina.

Jadi isteri-muda punabbhava sebagai seekor kucing, sedangkan isteri-tua punabbhava sebagai seekor ayam betina. Berselang beberapa lama kemudian, ayam bertelur, dan kucing datang memakan telur-telurnya. Hal ini terjadi tiga kali masa bertelur. Ayam berpikir: "Tiga kali engkau memakan telur-telurku, dan sekarang kau mencari kesempatan untuk memakanku pula, bilamana saya mati pada kehidupan ini, semoga saya dapat memakan kau dan keturunanmu. Setelah melakukan adhitthana (tekad) demikian, ia mati dan punabbhava (lahir kembali) sebagai seekor macan-tutul. ketika kucing mati, ia punabbhava sebagai seekor rusa betina.

Jadi isteri-tua, pada akhir kehidupan sebagai ayam betina, kemudian punabbhava sebagai seekor macan-tutul; sedangkan isteri-muda pada akhir kehidupan sebagai kucing, kemudian punabbhava sebagai seekor rusa betina. Tiga kali rusa melahirkan anak, dan tiga kali macan tutul datang dan menggasak mereka. Ketika rusa akan mati, ia berpikir: "Tiga kali binatang ini menerkam anak-anakku, sekarang ia akan menerkamku pula, bila saya mati dalam kehidupan ini, semoga saya dapat memakan keturunannya nanti." Setelah melakukan adhitthana demikian, ia diterkam, mati dan punabbhava sebagai Peri. Ketika macan tutul mati, ia punabbhava di Savatthi sebagai seorang wanita.

Jadi isteri muda setelah meninggal punabbhava sebagai kucing, rusa betina dan akhirnya sebagai peri; sedangkan isteri-tua setelah -meninggal punabbhava sebagai ayam betina, macam tutul dan akhirnya sebagai seorang wanita di kota Savatthi.   Setelah   wanita   ini   menjadi dewasa,  ia  kawin dan tinggal dirumah keluarga suaminya yang terletak didekat gerbang kota. Setelah berselang beberapa lama ia melahirkan seorang putera. Peri menyaru dirinya sebagai teman wanita tersebut, pergi mengunjunginya. "Dimanakahkah temanku," kata pen. "Di dalam kamar, ia baru saja melahirkan anak.","Apakah ia melahirkan seorang putera atau puteri ?" Saya mau melihatnya." Setelah berkata demikian peri masuk. la pura-pura mau melihat bayi, merampasnya dan memakannya, sesudah itu ia keluar. Demikian pula yang terjadi pada kelahiran kedua, peri memakan anak wanita itu.

Pada waktu akan melahirkan untuk ketiga kalinya, ia berkata kepada suaminya : "Suamiku, ditempat ini sudah dua ka|i peri memakan anakku; dan pergi. Sekarang saya berniat untuk melahirkart dirumah orang tuaku."

Pada waktu itu peri berada jauh, sedang melakukan fugasnya mengalirkan air (Bagi peri-peri Vessavana mendapat tugas bergilir di danau Anotatta untuk mengalirkan air danau ke aliran-aliran atau sungai-sungai. Setelah empat atau lima bulan baru mereka bebas dari tugas tersebut, yang law mati karena kehabisan tenaga). Ketika peri bebas dari tugas gilirannya mengalirkan air di danau, dengan cepat ia pergi kerumah wanita itu dan bertanya : "Dimanakah kawanku ?"

"Kau mau menengoknya? Dirumah ini ada peri yang datang memakan anaknya, karena itulah ia pergi kerumah orang tuanya." "ia dapat pergi kemana saja ia kehendaki, tetapi ia tidak akan teriepas dari tanganku," gumannya. Dengan didesak oleh dendam kesumat ia cepat-cepat pergi ke kota.

Pada hari upacara pemberian nama pada anak; ibu memandikannya, memberikannya nama, dan berkata kepada suaminya : "Suamiku, sekarang waktunya kita kembali kerumah keluargamu." Demikianlah ia menggendong anaknya dan pergi bersama suaminya melalui jalan yang melintas vihara. Ketika mereka tiba ditempat pemandian dekat vihara, wanita itu memberikan anaknya kepada suaminya lalu mandi. Setelah selesai mandi, suaminya mandi pula. Sementara suaminya mandi, wanita itu ada di dekat pernahdian dan menyusui anaknya. Pada saat itu peri datang mendekati. Wanita ini melihat peri datang dan mengenalinya. Segera ia menjerit sekeras-kerasnya: "Suamiku! Suamiku! Cepat! Cepat! Peri datang!" Tanpa menunggu suaminya datang, ia lari dengan cepatnya ke vihara.

Ketika itu Sang Buddha sedang mengajarkan Dhamma ditengah-tengah para umat. Wanita ini meletakkan anaknya dikaki Sang Buddha dan berkata: "Saya berikan padaMu anakku ini, lindungilah anakku ini."

Deva Sumana yang berdiam diatas gapura gerbang vihara menahan peri untuk masuk, Sang Buddha berkata kepada Ananda: "Pergilah Ananda, panggil peri kesini."

Bhikknu Ananda memanggil peri datang. Wanita tadi berkata : "Bhante, dia datang."  

Sang Buddha berkata : "Biarkan dia datang, dan tenanglah."

Ketika peri tiba dan berdiri didepanNya, Sang Buddha berkata : "Mengapa kau, berbuat demikian ? Bila engkau tidak bertemu dengan Buddha seperti   Saya,   maka   kamu   tidak   akan   dapat perasaan saling membenci selama satu kappa, bagaikan ular Cobra dan Cerpelai yang selalu geram, gemetar dengan rasa permusuhan, demikian pula seperti Gagak dan burung Hantu.  Mengapa kau membalas kebencian dengan membenci pula ? Kebencian hanya dapat  dilenyapkan oleh cinta-kasih (metta), tetapi bukan oleh kebencian." Setelah berkata demikian Beliau mengucapkan gatha (ayat Dhammapada) ini :



5 "Bukan dengan membenci, kebencian dapat lenyap dari dunia ini, Tetapi oleh cinta-kasih kebencian dapat dilenyapkan. Inilah Dhamma yang benar."


Pada akhir kesimpulan dari syair ini peri menjadi Sotapanna. Sang Buddha berkata kepada wanita itu : "Berikan anaklnu kepada peri ini."

"Saya takut, Bhante."

"Jangan takut, kau tidak perlu takut kepadanya."

Wanita itu memberikan anaknya kepada peri. Peri mencium anak itu serta memeluknya dengan sayang, mengembalikan anak itu kepada ibunya dan menangis.

Sang Buddha bertanya kepadanya : "Mengapa engkau menangis ?"

"Bhante; dulu saya telah berusaha untuk hidup atau ada orang lain membantuku, tetapi sekarang saya tak pernah mendapat makanan dengan cukup. Sekarang ini bagaimana saya dapat mempertahankan kehidupanku?" Lalu Sang Buddha menghiburnya dengan berkata : "Jangan kuatir," Dan berkata pada wanita (ibu anak): Bawalah peri ini besertamu kerumah, biarlah ia hidup dirumahmu, peliharalah ia dengan makanan yang baik."

Sesuai dengan saran tersebut wanita itu membawanya kerumah, dan menempatkannya di sebuah pondok, serta memeliharanya dengan memberikan makanan yang  baik. Ketika ada orang yang menumbuk padi ditempat itu, ia (peri) merasa takut jangan-jangan alu penumbuk padi mengenainya. Maka peri berkata : pada temannya (wanita): "Saya tidak bisa berdiam disini lebih lama lagi, tempatkan saya ditempat yang lain, "la ditempatkan berganti-ganti di lumbung, ditempat penyimpanan air (menara), di dapur, di gudang kayu bakar, ditimbunan tanah dan di gerbang kota. Tetapi peri menolak untuk berdiam ditempat-tempat tersebut, dengan berkata : "Disini alu diangkat-angkat bagaikan mau memukul kepalaku sampai pecah dua; disini anak-anak mengotorkan airnya, disini anjing-anjing datang tidur, disini anak-anak datang bermain-main, disini mereka datang mehambur-hamburkan kotoran dan disini anak-anak desa melakukan penujum-penujuman." Jadi mereka menempatkannya di luar desa, ditempat yang tenang dan sesuai dengan keinginannya, dan disitulah mereka memeliharanya dengan baik.

Peri berkata kepada kawannya : "Tahun ini akan banyak hujan, maka sebaiknya bercocok tanamlah di tanah kering atau ladang." Selanjutnya pada tahun berikut ia berkata : "Tahun ini akan kurang hujan, maka bercocok tanam lah ditempat yang banyak airnya atau sawah." Akibatnya, tanaman orang lain rusak karena kebanjiran, dan kekeringan di ladang pada tahun berikutnya; tetapi panen dari keluarga wanita tersebut adalah amat berlebihan dan baik sekali.

Orang-orang bertanya kepada wanita itu : "Kawan, tanamanmu tidak dirusak oleh banjir maupun panas. Bilamana kamu menanam kelihatannya kau telah menduga lebih dahulu musim apa yang .akan terjadi, apakah itu musim hujan atau musim panas, mengapa demikian ?

"Wanita itu menjawab : "Saya mempunyai sahabat, ia adalah peri, dialah yang mengatakan kepadaku apakah akan musim hujan atau kemarau, maka saya menanam sesuai petunjuknya. Apakah kamu tidak melihat saya? Setiap hari saya membawa bubur dan makanan lainnya keluar dari rumahku; kepadanyalah saya membawa makanan itu. Kamu juga dapat membawa bubur yang enak dan makanan lainnya, maka ia akan memberikan petunjuk-petunjuk untuk bertanam?

Segera semua keluarga di desa tersebut memberikan pelayanan kepada peri. Dan peri sejak hari itu memberikan petunjuk-petunjuk untuk bertani, dan menjaga tanaman mereka semua. la mendapat banyak dana dari orang-orang. Dengan demikian ia mengajarkan delapan cara memberikan dana makanan, yang sampai sekarang masih berlaku juga.

Peri tersebut bernama Kali.


 
(sumber : YAMAKA VAGGA – SYAIR SYAIR KEMBAR  I.
                 Alih bahasa Bhikkhu Aggabalo
               Diterbitkan oleh Yayasan Dhammadipa-arama (Pebruari 1978)