Rabu, 08 Juni 2011

Cerita Jataka "MATTHAKUNDALI"

2.   MAÉÉHAKUÕÖALI
Syair kedua dimulai juga dengan kata-kata : "Pikiran adalah mendahului segaia sesuatu," diucapkan di kota Sāvatthi berkenaan dengan Maööhakuóòali.
Tersebutlah di kota Sāvatthi berdiam seorang Brahmana bernama Adinnapubbaka ( = tak pernah memberi). la tidak pernah memberikan sesuatu kepada orang lain, dan inilah sebabnya ia dinamakan Adinnapubbaka. la mempunyai seorang anak yang sangat di cintai dan disayanginya. Pada suatu hari ia menginginkan perhiasan emas dibuatkan untuk anaknya. Tetapi karena ia menyadari bahwa untuk membuat perhiasan tersebut ia harus memberi upah kepada tukang mas, maka pembuatan perhiasan emas itu dibuatnya sendiri, ia membuat sepasang anting-anting berkilat-kilat dan memberikannya kepada anaknya. Inilah sebabnya sehingga anak tersebut dinamakan Anting-Anting berkilat-kilat ( = Maööhakuóòali).
Ketika anaknya berumur enam belas tahun, ia menderita 'sakit kuning'. Ibu melihat kepada anaknya dan berkata : "Brahmana, anakmu sakit, ia harus berobat ke dokter."
"Isteriku, bila saya membawanya ke dokter, maka saya harus mengeluarkan biaya dalam bentuk beras, kau tidak perduli dengan milikku yang berkurang ?"
"Baiklah brahmana, apa yang akan kau lakukan dengannya ?"
"Saya akan mengusahakan suatu cara yang tidak akan mengeluarkan biaya sedikitpun." Demikianlah ia pergi mengunjungi berbagai dokter dan menanyakan bagaimana caranya untuk mengobati orang yang 'sakit kuning; atau sakit anu dan itu. Mereka menunjukkan ramuan obat-obatan dari kulit kayu dan sebagainya.
Jadi ia mengusahakan ramuan-ramuan tersebut dan membuat obat demi kesembuhan anaknya. Tetapi walaupun ia telah berusaha sebaik-baiknya, bukan sakit anaknya menjadi sembuh malahan itu bertambah parah, hingga sakitnya tak terobati lagi. Brahmana setelah melihat anaknya bertambah payah dan parah akhimya memanggil dokter;  Dokter setelah melihat keadaan Maööhakuóòali lalu berkata : "Saya mempunyai urusan yang harus dilaksanakan, sebaiknya carilah dokter yang lain." Setelah menolak untuk mengobati ia meninggaikan rumah Brahmana.
Brahmana menyadari bahwa anaknya telah mendekati saat kematian. pikirnya : "Semua orang yang datang melihat anak ini juga akan melihat kekayaan dalam rumahku, maka sebaiknya saya akan tempatkan dia diluar." Demikianlah  ia membawa anaknya keluar dan membaringkannya di beranda.
Pada hari itu, diwaktu pagi sekali. Sang Tathagata baru selesai dengan samadhi Mahā Karuna, dengan maksud untuk melihat siapa-siapa yang telah membuat Adiööhana (tekad-luhur) di masa-masa Buddha-Buddha yang lampau, dan paramita-paramita (faktor-faktor dibutuhkan untuk mencapai kesucian) yang telah dikembangkan sebaik-baiknya, mereka yang dapat menjadi Sotöāpanna (manusia suci atau ariya punggala yang akan terlahir lagi paling banyak tujuh kali lagi di dunia ini); Beliau menyelidiki dunia dengan mata ke Buddhaan-Nya sampai ke sepuluh Cakkavala ; Maööhakuóòali yang terbaring di beranda dengan langsung terlihat oleh Beliau. Sewaktu melihatnya. Sang Buddha mengetahui bahwa ia berada disitu disebabkan dipindahkan keluar, lalu Beliau merenung: "Apakah alasan saya cukup untuk menemuinya?" Kemudian beliau melihat hal-hal berikut :
"Pemuda ini yakin padaKu, meninggal, dan terlahir lagi menjadi devata dialam surga Tāvatiæsa, dalam istana emas dengan seribu bidadari sebagai pengikutnya. Sang Brahmana akan membayar mayat anaknya, dan menangis ditempat pembakaran mayat. Deva tersebut akan menyadari dirinya, yang tinggi badannya tiga perempat yojana dengan perhiasan-perhiasan sebanyak enam puluh gerobak, dikelilingi oleh seribu bidadari. Dan ia berpikir : "Dengan jasa apa yang telah saya perbuat sehingga mendapatkan kemuliaan ini ?", ia akan mengetahui bahwa ia mendapatkannya sebagai hasil dari keyakinan dan kepercayaan kepada Saya. Kemudian ia akan berkata pada dirinya: "Ayahku yang telah gagal mengobatiku karena takut hartanya berkurang telah pergi ke tempat pembakaran mayat dan menangis disitu. Saya akan berusaha merobah kelakuannya itu." Dan untuk mempengaruhi (ex-) ayahnya ia mengambil bentuk dirinya seperti Maööhakuóòali, akan pergi ke tempat tak jauh dari tempat pembakaran mayat, menjatuhkan dirinya ketanah dari menangis. Brahmana akan bertanya kepadanya : "Siapakah anda ?" la akan menjawab: "Saya adalah Maööhakuóòali anakmu." "Dimanakah kau terlahir kembali?" " Di alam Tāvatiæsa." Brahmana akan bertanya kepadanya lagi : "Perbuatan jasa apa yang telah engkau lakukan?", dan Maööhakuóòali akan menceriterakan kepada nya bahwa ia terlahir di surga Tāvatiæsa karena yakin dan percaya kepada Saya. Kemudian Brahmana akan bertanya kepadaKu : "Adakah orang yang terlahir di surga karena percaya kepadaMu ?", dan saya akan menjawab kepadanya : "Bukan  hanya ratusan,  ribuan  atau  ratusan ribu, tetapi tak terhitung berapa banyaknya." Saya akan mengucapkan sebuah gātha (syair), pada akhir gātha  itu delapan puluh empat ribu mahluk akan mengerti Dhamma, Maööhakuóòali akan menjadi Sotāpanna, demikian pula dengan brahmana Adinnapubbaka. Jadi karena pemuda inilah maka banyak orang akan mengerti Dhamma."
Demikianlah semua hal ini Sang Buddha telah ketahui.
Maka pada keesokan harinya, setelah selesai dengan urusan-urusan kecil (mandi, ke toilet dan sebagainya), Sang Buddha bersama sama para bhikku masuk ke kota Sāvatthi untuk pióòapāta, dan akhirnya tiba di rumah Brahmana pada waktu itu Maööhakuóòali berbaring dengan wajah tak melihat Beliau, Sang Buddha lalu memancarkan (dari tubuh-Nya) cahaya.
"Cahaya apakah ini?" tanya Maööhakuóòali dengan membalikkan wajah nya. Dengan berbaring ia melihat Sang Buddha dan berkata : "Karena ayahku yang bodoh, sehingga saya tak mempunyai kesempatan untuk bertemu dengan Sang Buddha, juga saya tak mendapat kesempatan untuk membantu, memberikan dana makanan ataupun mendengar Dhamma. Sekarang saya tak dapat mengkontrol gerak tanganku; tak ada yang dapat saya perbuat lagi." Setelah berkata demikian ia menanamkan keyakinannya kepada Sang Buddha. Sang Guru berkata : "la telah berbuat secukupnya," dan pergi.
Setelah Sang Tathagata pergi dan tak terlihat olehnya lagi, ia meninggal dengan hati penuh keyakinan kepada Sang Buddha, dan bagaikan baru terbangun dari tidurnya, ia terlahir di alam surga devata Tāvatiæsa, dalam istana yang luas nya tiga puluh yojana. Brahmana mengkremasikan mayat anaknya, berada di tempat kremasi tersebut untuk beberapa waktu lamanya, menangis dengan sedihnya. Setiap hari ia pergi ketempat kremasi, menangis dengan berkata : "Dimanakah engkau, 0 putera tunggalku ?"
Anaknya yang terlahir menjadi devata melihat kemuliaannya dan berpikir: "Dengan perbuatan jasa apakah maka saya jadi begini ?" Setelah ia mengetahui bahwa ini terjadi karena keyakinannya kepada Sang Buddha, lalu ia berkata : "Brahmana telah gagal mengobatiku sewaktu sakit, dan sekarang ia pergi ke tempat kremasi, saya akan berusaha merubah kelakuannya. "Selanjutnya ia merubah dirinya seperti Maööhakuóòali, pergi ketempat tak jauh dari tempat kremasi, berdiri dengan tangan meliuk-liuk dan menangis. Brahmana melihat nya dan berpikir: "Bagi saya, saya menangis karena meratapi anakku, tetapi mengapa pemuda itu menangis disitu ? Saya akan bertanya kepadanya." Demikianlah brahmana bertanya kepadanya dengan mengatakan gātha (syair) ini :
"Penuh didandani dengan memakai anting-anting berkilauan, kalung, dan sandal kuning yang menarik. Engkau meliuk-liukkan tanganmu dan menangis. Mengapa engkau bersedih ditengah hutan ?"
Pemuda itu menjawab :
"Saya telah mendapatkan sebuah badan kereta, dibuat dari emas dan bercahaya, tetapi saya tidak mendapatkan sepasang roda untuk kereta tersebut. Dengan kesedihan ini saya akan mati."
Kemudian brahamana berkata kepadanya :
"O, pemuda yang baik, katakan itu kepadaku.
Apakah roda tersebut terbuat dari emas, permata, tembaga maupun perak,
saya akan menyediakan sepasang roda untukmu. "
Mendengar kata-kata ini pemuda berpikir: "Brahmana ini gagal mengobati anaknya, tetapi setelah melihat saya seperti anaknya, ia berkata 'saya akan menyediakan sepasang roda untukmu, apakah itu dibuat dari emas, permata tembaga atau perak.' Baiklah, saya akan memintanya. Lalu ia berkata :
"Berapa besar sepasang roda yang akan kau buatkan untukku ?"
"Sebesar yang kau sukai."
"Saya mau bulan dan matahari," jawab pemuda itu, "Berikan itu kepadaku." Dengan cara memohon,
"Kata pemuda kepada brahmana, bulan dan matahari adalah saudara kembar.   Keretaku   dibuat  dari   emas,  dengan  sepasang  roda  demikian kereta akan bercahaya."
Brahmana menjawab :
"Pemuda, engkau adalah orang tolol, mencari apa yang tidak mungkin didapat, menurut pendapat saya kau akan mati, sebab kau takkan pemah mendapatkan bulan dan matahari."
Sang Pemuda lalu berkata kepadanya :
"Tetapi siapakah yang lebih tolol, ia yang menangis karena sesuatu yang ada, atau ia yang menangis karena tidak adanya sesuatu ?" Mereka melihat yang pergi dan datang; sesuatu yang berwarna kelihatan dari kedua sisi jalan. Tetapi ia yang telah mati dan pergi tidak dapat dilihat lagi. Diantara kita berdua yang menangis ini, siapakah yang paling tolol ?"
 Setelah mendengar kata-kata ini Brahmana berkesimpulan, "apa yang dikatakan oleh pemuda ini adalah masuk akal," dan katanya kepada pemuda:
''Pemuda, apa yang kau katakan adalah benar, diantara kita yang menangis ini maka sayalah yang paling tolol.
Seperti anak yang menangis untuk mendapat bulan, Saya menginginkan anak yang telah meninggal dan tiada lagi"
Setelah berkata demikian, ia terbebas dari kesedihan karena kata-kata pemuda tersebut Brahmana mengucapkan gātha (syair) berikut ini untuk memuji pemuda :
"Selagi saya diliputi api, api menyala ditambah minyak, engkau
memadamkan api dengan air,   demikianlah kesedihanku musnah, padam
semuanya.
Kau mencabut panah dari tubuhku, yaitu kesedihan dihatiku
Walaupun saya telah mati dengan kesedihan, kau menghilangkan kesedihan
akan anakku.
Panah kesedihanku telah tiada, saya tenang dan bahagia,
O, pemuda, setelah mendengar kata-katamu, kesedihanku tiada lagi,
demikian pula dengan tangisku. "
Kemudian brahmana bertanya kepadanya : "Siapakah anda?" Apakah kau devata, gaódhabba atau Sakka Purindada ? Siapakah anda ? Anak siapakah anda ? Bagaimanakah saya mengetahui anda ?"
Pemuda itu menjawab : "Saya adalah dia yang kau ratapi, ia yang kau sedihkan, puteramu, dia yang kau sendiri kremasikan dltempat pembakaran mayat, dengan perbuatan baik saya terlahir kembali di alam surga Tāvatiæsa." Dengan kata-kata ini pemuda memberikan keterangan yang ditanyakan kepadanya.
Kemudian brahmana berkata: "Saya tidak pernah melihat kau memberikan dana, sedikit maupun banyak dalam rumahmu. Demikian juga kau tidak biasa melakukan Uposatha Sîla ( = melaksanakan delapan sila di hari uposatha); dengan jasa apakah kau dapat mencapai alam surga ?"
Pemuda menjawab : "Selagi saya berbaring dirumah, sakit, menderita diserang penyakit yang hebat, tubuhku dilemahkan oleh sakit. Saya menjadi pengikut Sang Buddha yang telah terbebas dari napsu, kekuatiran, bahagia dengan kebijaksanaan tertinggi. Dengan gembira dan berkeyakinan teguh saya beranjali menghormat Sang Tathagata, setelah melakukan perbuatan baik ini saya mencapai Surga Tāvatiæsa."
Sementara itu pemuda berbicara seluruh tubuh brahmana diliputi oleh kegembiraan.   Dengan gembira ia mengucapkan gātha  ini :
"Mempesonakan ! Mengagumkan ! Keadaan itu disebabkan oleh penghormatan. Mulai hari ini saya juga dengan gembira dan dengan keyakinan teguh berlindung kepada Buddha."
Kemudian pemuda berkata :
"Pada hari ini dengan keyakinan teguh anda berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Saõgha. demikian pula, laksanakan Pañcasîla, lakukan itu tanpa dilanggar. Mulai saat ini berjanji menghindarkan diri dari : pembunuhan, mengambil barang yang tidak diberikan dalam dunia ini, puas  dengan  isterimu  sendiri,   berdusta  dan minum minuman-keras."
"Baiklah" kata brahmana menyetujui. Dan ia mengucapkan gātha berikut ini :
"Engkau mau kebahagiaanku, Yakkha; kau mau kesejahteraanku, devata,
Saya akan patuh pada kata-katamu, kau adalah guruku.
Saya berlindung kepada Buddha, juga kepada Dhamma yang tiada bandingannya,    
dan kepada Sangha dari mahluk agung saya berlindung.
Sejak saat ini saya berjanji untuk menghindarkan melakukan : pembunuhan,
mengambil apa yang tidak diberikan dalam dunia ini, puas dengan isteri saya,
berdusta dan minum minuman-keras. "
Sesudah itu kata devata kepadanya : "Brahmana, engkau mempunyai banyak harta dirumahmu. Undanglah Sang Buddha, berikan dana, dengarlah Dhamma, dan tanyakan apa yang perlu ditanyakan kepadaNya." Setelah berkata demikian ia menghilang.
Brahmana kembali kerumah dan berkata kepada isterinya : "Isteriku, saya akan mengundang Samana Gotama kerumah, dan menanyakan pertanyaan kepadaNya, jadi bersiap-siaplah menyambutnya." la pergi ke vihara, setelah menghormati Sang Buddha dan menunjukkan rasa gembira bertemu dengan Beliau, ia berdiri pada salah satu sisi lalu berkata : "Samana Gotama, pada hari ini terimalah makanan di rumah saya, demikian juga dengan para bhikkhu lainnya."
Sang Buddha menyetujui dengan sikap diam.
Setelah ia mendapat persetujuannya, ia pulang dengan cepat untuk menyediakan makanan lunak maupun keras.
Sang Buddha disertai oleh para bhikkhu pergi kerumahnya, dan duduk ditempat yang telah disediakan. Brahmana melayani Sang Buddha dengan hormat sekali. Banyak sekali orang yang datang berkumpul. Tersebutlah bila seorang yang 'berpandangan keliru' mengundang Sang Buddha, maka dua kelompok masyarakat berkumpul. Kelompok yang berpandangan salah berpikir: "Hari ini kita akan menyaksikan Samana Gotama menjadi malu karena pertanyaaan-pertanyaan yang diajukan kepada Nya tak terjawab." Sedangkan kelompok yang berpandangan biasa berpikir : "Hari ini kita akan menyaksikan kemampuan dan kemuliaan Sang Buddha.
Ketika Sang Buddha telah selesai makan, brahmana mendekati Beliau dan duduk ditempat duduk yang lebih rendah, dan mengajukan pertanyaan seperti berikut ini : "Samana Gotama, apakah ada orang yang ( setelah meninggal ) terlahir kembali di alam Suggati (surga) tanpa memberikan dana pada Mu, tanpa menghormatiMu, tanpa mendengar Dhamma, tanpa melaksanakan Uposatha  Sila,  dan yang semata-mata  hanya  berkeyakinan  pada Mu saja ?"
"Brahmana, mengapa engkau bertanya kepadaKu ?" Bukankah Maööhakuóòali anakmu sendiri menceriterakan kepadamu ia telah punabhava (terlahir kembali) di  Sugati loka (alam surga)    karena ia yakin kepadaKu ?"
"Kapan Samana Gotama ?"
"Tidakkah engkau pergi ke tempat pembayaran mayat tadi, dan sementara engkau, menangis, kau melihat seorang pemuda yang menangis dengan meliuk liukkan tangannya ? Dan bukankah kau katakan kepadanya, penuh didandani dengan emas berkilauan, anting-anting, kalung dan sandal kuning yang menarik?' Lebih lanjut Sang Buddha menceriterakan secara mendetail semua percakapan mereka berdua, dan menceriterakan juga tentang Maööhakuóòali. Karena inilah maka Sang Guru mengucapkan kata-kata sebagai berikut :  "Brahmana,   bukan hanya seratus atau dua ratus ……………  tetapi tidak terhitung banyaknya mereka yang ber-punabhava di Suggati loka.' Tetapi karena orang-orang belum bebas dari keragu-raguan, dan hal ini diketahui oleh Sang Buddha, maka lalu beliau memanggil : "Silahkan deva Maööhakuóòali datang dengan istananya." Segera deva Maööhakuóòali datang, tinggi tubuhnya tiga perempat yojana, dihiasi dengan hiasan kedevaan. Keluar dari istananya, bernamaskara pada Sang Buddha, setelah itu berdiri disalah satu sisi. Sang Guru bertanya kepadanya : "Perbuatan jasa apakah yang telah kau lakukan sehingga kau mendapatkan kemuliaan ini?"
"Devata, kau yang memiliki keindahan yang amat sangat, bercahaya keempat penjuru bagaikan bintang kejora, Saya bertanya padamu, devata yang perkasa perbuatan jasa apakah yang kau telah lakukan semasa hidupmu sebagai manusia ?"
Setelah Sang Buddha selesai dengan gātha  ini, devata menjawab : "Bhante, saya mendapatkan kemuliaaan ini dengan berkeyakinan pada Mu."
"Engkau mendapatkan ini karena berkeyakinan pada KU ?"
"Ya, Bhante."
Orang-orang memperhatikan devata dan berseru : "Menakjubkan sekali kemampuan para Buddha ! Anak brahmana Adinnapubbaka mendapatkan kemuliaan ini hanya dengan saddha (keyakinan) pada Sang Guru, tanpa melakukan perbuatan jasa lainnya !" Dan mereka semua gembira.
Kemudian Sang Buddha bersabda : "Pikiran kita adalah penyebab semua perbuatan, kita, baik dan buruk, dan dengan pikiran kita mengkontrol perbuatan dan ucapan. Seperti bayangan, perbuatan yang didasarkan pada saddha (keyakinan) takkan pernah meninggalkan orang yang punabbhava (terlahir kembali) di suggati loka (alam surga) atau manussa loka (alam manusia). Setelah menceriterakan hal ini, Raja Kebenaran menghubung-hubungkannya (dengan uraian Dhamma), dan mengucapkan gātha  berikut ini :
2.        "Pikiran adalah mendahulu, mulanya dan asal segala sesuatu dibuat. Bila seseorang berbuat dan berbicara berdasarkan pikiran yang baik, kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayangan yang tak pernah menghilang."

(sumber : YAMAKA VAGGA – SYAIR SYAIR KEMBAR  I.
                 Alih bahasa Bhikkhu Aggabalo
               Diterbitkan oleh Yayasan Dhammadipa-arama (Pebruari 1978)