Upacara Pattidana 2555 BE / 2011
Vihara Vipassana Giriratana
Tirokudda Sutta - Kaitannya dengan Pelimpahan Jasa di Bulan Hantu
Tirokudda Sutta - Kaitannya dengan Pelimpahan Jasa di Bulan Hantu
Sebuah kisah tentang pentingnya melakukan Pelimpahan Jasa
Pada masa sembilan puluh dua kappa yang lalu, terdapatlah sebuah kerajaan yang bernama Kasi, Rajanya bernama Jayasena dan ratunya bernama Sirima. Sang Boddhisatta yang bernama Phussa terlahir melalui rahim Ratu Sirima.
Setelah Beliau mencapai Penerangan Agung, Raja Jayasena kemudian melekat dengankonsep "Anakku telah melakukan Pelepasan Agung dan menjadi Sammasambuddha, Sang Buddha adalah milikku, Dhamma adalah milikku, Sangha adalah milikku," dan sepanjang waktu ia mengurus dan melayani Sammasambuddha sendiri dan tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukannya.
Terdapat tiga orang adik lain ibu dari Buddha Phussa yang berpikir, "Kemunculan Sang Buddha adalah untuk keuntungan dari seluruh dunia, tidak untuk kepentingan seseorang saja, dan ayah kami tidak mengijinkan kepada orang lain untuk menggantikannya mengurus Sang Bhagava. Bagaimanapun kami harus berusaha agar mendapat kesempatan untuk mengurus dan melayani Sang Buddha." Kemudian mereka berpikir, "Cobalah kita lihat apakah cara yang tepat untuk melaksanakan maksud di atas."
Kesempatan tersebut akhirnya muncul juga ketika terjadi pemberontakan di daerah perbatasan kerajaan. Ketika Raja Jayasena mendengar adanya pemberontakan tersebut, ia mengirimkan ketiga orang putranya untuk memadamkan pemberontakan itu.
Setelah semua urusan diselesaikan, mereka kembali ke ibukota, sang raja merasa gembira dan menghadiahkan ketiga anaknya sebuah anugerah, "Apa saja yang kalian ingin, akan saya kabulkan," katanya. Mereka berkata, "Kami ingin melayani Sang Buddha." Raja menjawab, "Yang lain pasti kuijinkan, jangan yang satu itu." Mereka menjawab dengan tegas, "Kami tidak menginginkan yang lainnya." Raja menjawab, "Baik, tetapi dalam jangka waktu terbatas."
Mereka meminta tujuh tahun, tetapi raja tidak mengijinkan. Kemudian mereka menawar berturut-turut enam tahun, lima tahun, empat tahun, tiga tahun, dua tahun, satu tahun, enam bulan, lima bulan, empat bulan, akhirnya tiga bulan, dan Sang Raja mengabulkannya dengan berkata, "Kalian boleh melakukannya." Ketika mereka menerima anugerah tersebut, hati mereka sangat senang. Mereka mengunjungi Sang Buddha, dan setelah memberi hormat‚ mereka berkata, "Yang Mulia, kami ingin melayani Sang Bhagava selama tiga bulan. Mohon Yang Mulia menyetujuinya untuk masa vassa yang akan datang." Sang Buddha menyetujuinya dengan berdiam diri.
Selanjutnya mereka menulis surat kepada seseorang yang menjadi wakil mereka di desa, yang isinya "Kami akan melayani Sang Buddha selama masa vassa." Didirikanlah beberapa bangunan untuk kediaman Sang Buddha dan para muridNya dan persiapan segala sesuatu yang diperlukan untuk mengurus segala kepentingan Sang Buddha. Setelah ia mempersiapkan segala sesuatunya, orang tersebut melaporkan kepada ketiga pangeran tersebut. Dengan berpakaian warna kuning, ketiga pangeran dengan diiringi 2.500 pembantu pria, mengawal Sang Buddha ke daerah pedesaan, lalu mempersilahkan Sang Buddha untuk berdiam dalam bangunan yang telah dipersiapkan, dan melayani Sang Buddha dengan penuh perhatian.
Bendaharawan mereka, sangat setia dan penuh percaya diri. Ia yang mengatur segala kebutuhan materi untuk persembahan dana kepada Sangha yang dipimpin oleh Sang Buddha. Wakil mereka di desa menerima bahan-bahan tersebut dan bersama 11.000 orang dari pedesaan ia mengatur dengan seksama semua persembahan dana tersebut. Dan ternyata beberapa dari orang-orang tersebut merasa tidak puas di dalam hati mereka. Mereka lalu menghambat pemberian persembahan dana tersebut, mereka mencicipi terlebih dahulu makanan yang akan dipersembahkan, dan menimbulkan kebakaran di ruang makan.
Setelah Upacara Pavarana telah usai, ketiga pangeran memberi hormat kepada Sang Buddha, dan dengan didahului oleh Sang Buddha mereka kembali ke ayah mereka di ibukota. Setelah itu Sang Buddha Phussa, mencapai Parinibbana.
Raja Jayasena, putra-putranya, wakil ketiga pangeran, dan bendaharawannya, kemudian meninggal pada waktunya, dengan para pengikutnya, mereka terlahir di alam surga. Mereka yang hatinya tidak puas terlahir di alam-alam neraka. Dan selama sembilan puluh dua kappa kedua kelompok itu terlahir kembali dari alam surga yang satu ke alam surga yang lain dan dari alam neraka yang satu ke alam neraka yang lain.
Kemudian pada masa Buddha Kassapa mereka yang dahulu hatinya tidak puas terlahir di alam peta. Ketika para manusia di masa itu melimpahkan jasa dari persembahan dana kepada sanak keluarganya yang telah meninggal dengan berdoa, "Semoga jasa-jasa ini melimpah kepada sanak keluargaku yang telah meninggal dunia, dan ternyata hal tersebut membawa keberuntungan.
Ketika para makhluk peta tersebut menyaksikan hal itu, mereka lalu menghampiri Buddha Kassapa dan bertanya, "Yang Mulia, bagaimana caranya agar kami dapat memperoleh pelimpahan jasa juga?" Sang Buddha lalu menjawab, "Kalian tidak akan memperolehnya sekarang, tetapi kelak di jaman Buddha Gotama. Di masa itu akan hidup seorang raja yang bernama Bimbisara. Sembilan puluh dua kappa yang lalu ia adalah sanak keluarga kalian. Apabila ia memberikan persembahan dana kepada Sang Buddha, ia akan melimpahkan jasanya kepada kalian, pada waktu itulah kalian akan memperoleh keberuntungan."
Kemudian setelah lewat masa Buddha Kassapa, Sang Buddha Gotama muncul di dunia ini, dan ketiga anak raja bersama 2.500 orang pengikutnya meninggal dari alam dewa dan terlahir dalam keluarga bangsawan di kerajaan Magadha. Mereka kemudian menjadi pertapa di Gayasisa yang rambutnya dikepang tiga. Wakil mereka di desa menjadi Raja Bimbisara, dan si bendaharawan menjadi bankir Visakha yang beristrikan Dhammadinna. Dan semua pengikut mereka juga terlahir kembali menjadi pengikut Raja Bimbisara.
Setelah Sang Buddha Gotama muncul di dunia, tujuh minggu berlalu sudah, kemudian Beliau pergi ke Benares, di mana Beliau memutar Roda Dhamma untuk pertama kalinya. Dan setelah menahbiskan lima bhikkhu pertama, Beliau menerima para pertapa dari Gayasisa sebanyak lebih dari 2.500 orang untuk menjadi pengikutNya.
Selanjutnya Beliau mengajarkan Dhamma kepada Raja Bimbisara sehingga mencapai Sotapana, yang datang mengunjungi Beliau bersama sebelas keluarga bangsawan dari Magadha. Kemudian di hari berikutnya, Sang Buddha diundang oleh Raja Bimbisara untuk makan di istananya. Di istana raja itulah Sang Buddha menerima persembahan dana makanan.
Para penghuni alam peta datang mendekat dan menunggu sambil berharap, "Sekarang sang raja akan melimpahkan jasa kepada kami, sekarang ia akan mempersembahkannya kepada kami." Akan tetapi, Raja Bimbisara pada saat itu hanya berpikir tentang tempat tinggal Sang Buddh, "Di mana Sang Buddha akan berteduh?" dan ia tidak melimpahkan jasa tersebut kepada siapapun juga.
Para makhluk peta tersebut, karena harapannya tidak terpenuhi, menjadi tidak puas dan membuat keributan di sekitar istana raja pada malam harinya. Sang raja terbangun dan ketakutan, dan keesokan harinya ia bertanya kepada Sang Buddha, "Yang Mulia, tadi malam ada suara-suara yang menakutkan, apa yang terjadi pada diriku?" Sang Buddha menjawab dengan tenang, "Jangan takut, maha raja, tidak akan terjadi apa-apa. Sanak keluargamu di masa lalu telah terlahir di alam peta, dan dalam masa antara dua Buddha mereka selalu mengharapkan pelimpahan jasa dari persembahan dana yang anda berikan kepadaKu. Kemarin anda tidak melimpahkannya sama sekali, sehingga mereka tidak puas dan membuat keributan." Raja bertanya, "Yang Mulia, apakah mereka akan menerima pelimpahan jasa apabila diberikan sekarang?" "Ya, maha raja," "Kalau begitu Yang Mulia, terimalah undangan saya sekarang," Sang Bhagava menerima undangan tersebut.
Raja Bimbisara kemudian kembali ke istananya untuk mempersiapkan persembahan dana yang melimpah kepada Sangha yang dipimpin oleh Sang Buddha. Lalu Sang Buddha tiba dengan diiringi oleh para muridNya, kemudian duduk di tempat yang disediakan.
Para makhluk peta datang dan berdiri di balik dinding dan berharap, "Hari ini kami akan memperolehnya." Sang Buddha membuat mereka terlihat oleh Raja Bimbisara. Ketika memberikan air persembahan raja berdoa,"Semoga jasa ini melimpah kepada sanak keluargaku yang telah meninggal." Dan segera terciptalah kolam yang penuh dengan bunga teratai untuk mereka. Mereka lalu mandi dan minum sampai penderitaan, keletihan dan kehausan mereka menghilang. Kini tubuh mereka bersinar seperti emas.
Ketika raja mempersembahkan bubur, makanan dan penganan, yang juga dilimpahkan kepada mereka, pada saat yang sama terciptalah bubur, makanan dan penganan dari surga untuk mereka. Dan setelah mereka menyantap makanan tersebut, tubuh mereka kembali pulih dan sehat. Kemudian ketika raja melimpahkan jasa pemberian pakaian dan tempat tinggal, terciptalah pakaian yang indah, sandal dan istana yang lengkap dengan permadani dan perabot dari surga untuk mereka. Peristiwa itu terlihat oleh semua yang hadir, dan sang raja merasa sangat puas.
Akhirnya para makhluk peta tersebut menghilang atau meninggal di alam peta dan terlahir kembali ke alam yang lebih bahagia.
Setelah itu, ketika Sang Buddha selesai menyantap hidangan yang disediakan dan menunjukkan bahwa Beliau sudah cukup kenyang. Beliau mengucapkan sutta(Tirokudda Sutta) berikut sebagai berkahNya kepada Raja Magadha :
Tirokuóóesu titthanti
Sandhisaïghàtakesu ca
Dvàrabàhàsu titthanti
âgantvàna sakaÿ gharaÿ
Pahåte annapànamhi
Khajjabhojje upatthite
Na tesaÿ koci sarati
Sattànaÿ kammapaccayà
Evaÿ dadanti ¤atinaÿ
Ye honti anukampakà
Suciÿ panitaÿ kàlena
Kappiyaÿ pànabhojanaÿ
Idaÿ vo ¤atinaÿ hotu
Sukhità hontu ¤àtayo
Te ca tattha samàgantvà
¥atipetà samàgatà
Pahåte annapànamhi
Sakkaccaÿ anumodare
Ciraÿ jivantu no ¤àti
Yesaÿ hetu labhàmase
Amhàka¤ ca katà pujà
Dàyakà ca anipphalà
Na hi tattha kasã atthi
Gorakkh’ettha na vijjati
Vàõijjà tàdisã n’atthi
Hira¤¤ena kayàkkayaÿ
Ito dinnena yàpenti
Petà kàlakatà tahiÿ
Unname udakaÿ vaññaÿ
Yathà ninnaÿ pavattati
Evam eva ito dinnaÿ
Petànaÿ upakappati
Yathà vàrivahà pårà
paripårenti sàgaraÿ
Evam eva ito dinnaÿ
petànaÿ upakappati
Adàsi me, akàsi me
¤àtimittà sakhà ca me
Petànaÿ dakkhiõa dajjà
pubbe kataÿ anussaraÿ
Na hi ruõõaÿ và soko và
Yà ca¤¤a paridevanà
Na taÿ petanaÿ atthaya
Evaÿ tiññhanti ¤àtayo
Aya¤ ca kho dakkhiõà
Dinnà saïghamhi supatiññhità
Dãgharattaÿ hitày’assa
Thànaso upakappati
So ¤àtidhammo ca ayaÿ nidassito
Petànaÿ påjà ca katà ulàrà
Bala¤ ca bhikkhånaÿ anuppadinnaÿ
Tumhehi pu¤¤aÿ pasutaÿ anappakanti.
Di balik dinding-dinding mereka berdiri dan menunggu
juga di perempatan dan di pertigaan jalan
mereka kembali ke rumah-rumah yang pernah mereka huni
mereka menunggu di pinggir kusen-kusen pintu
Namun ketika diadakan pesta besar
dengan sajian mkanan dan minuman yang beraneka macam
ternyata tak seorangpun yang mengingat makhluk-mkhluk itu
akibat dari perbuatan mereka di masa lampau
Demikianlah mereka yang hatinya penuh welas asih
melimpahkan kepada sanak keluarga yang telah meninggal
persembahan makanan dan minuman dengan tulus
yang terbaik dan sesuai dengan saat ini
Semoga jasa-jasa ini melimpah
kepada sanak keluarga yang telah meninggal
Semoga para sanak keluarga berbahagia
Para sanak keluarga yang menjadi makhluk peta
yang hadir dan berkumpul di sana
dengan bersemangat akan memberikan berkah mereka
untuk persembahan makanan dan minuman berlimpah yang mereka terima
"Semoga sanak keluargaku panjang usia
sebab merekalah kami menerima persembahan ini
untuk persembahan yang telah kami terima
si pemberi akan menerima buah dari perbuatan mereka"
Karena di alam peta tidak ada pertanian-perkebunan, juga tidak ada peternakan
tidak ada perdagangan, juga tidak ada pertukaran uang emas
maka sanak keluarga yang menjadi makhluk peta
hidup atas limpahan jasa dari sini
Seperti air yang terjun dari atas bukit
mengalir ke bawah menuju lembah ngarai
demikianlah persembahan yang diberikan di sini dapat berguna
bagi sanak keluarga yang menjadi makhluk peta
"Ia banyak memberi kepadaku, ia telah bekerja untukku,
dan ia adalah sanak keluargaku, temanku, atau kekasihku"
berikanlah persembahan, untuk mereka yang telah meninggal
sambil mengenang apa yang telah mereka lakukan
Bukan tetesan air mata, bukan juga ratap tangis,
bukan pula semua jenis perkabungan
dapat menolong mereka yang telah meninggal dunia
itulah yang selama ini dilakukan oleh para keluarga yang ditinggalkan
Akan tetapi apabila persembahan jasa
diberikan kepada Sangha atas nama mereka
maka akan dapat menolong mereka dalam waktu yang lama
di masa datang maupun di masa sekarang
Kewajiban Dhamma untuk keluarga telah dipertunjukkan
dan bagaimana pelimpahan jasa kepada yang telah meninggal dilaksanakan
dan bagaimana para bhikkhu telah diberikan kekuatan
dan betapa besar jasa kebajikan yang telah anda perbuat